1.
Teori
Teleleologi
Dalam
buku karangan Kusmanadji (2004, II-1-II-2) dikemukakan bahwa teori
teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral
suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau
salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut.
Maka, yang menyebabkan tindakan itu benar atau salah adalah bukan tindakan itu
sendiri melainkan akibat dari tindakan tersebut. Akibat dalam hal ini adalah
konsekuensi baik.
Menurut
Aristoteles, Etika teleologis atau Etika Aristoteles, yakni etika yang mengukur
benar/salahnya tindakan manusia dari menunjang tidaknya tindakan tersebut ke
arah pencapaian tujuan (telos) akhir yang ditetapkan sebagai tujuan
hidup manusia. Setiap tindakan menurut Aristoteles diarahkan pada suatu tujuan,
yakni pada yang baik (agathos). Yang baik yang menjadi tujuan akhir
hidup manusia menurut dia adalah kebahagiaan atau kesejahteraan (eudaimonia).
Itulah sebabnya teori etikanya sering disebut sebagai teori etika Eudaimonisme.
Dalam buku
karangan Ucok Sarimah (2008, 5-6) membedakan teori teleleologi menjadi 3,
yaitu:
a.
Egoisme Etis
Suatu tindakan
benar atau salah tergantung semata-mata pada baik buruknya akibat tindakan
tersebut bagi pelakunya.
b.
Altruisme Etis
Berlawanan
dengan egoisme etis, bahwa baik buruknya suatu tindakan ditentukan oleh baik
buruknya akibat tindakan tersebut terhadap orang lain, kecuali pelaku.
c.
Utilitarianisme
Gabungan antara
egoisme etis dan altruisme etis, bahwa benar salahnya tindakan tergantung pada
baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi siapa saja yang dipengaruhi
oleh tindakan tersebut.
Dari ketiga teori tersebut, teori
teleleologi yang sangat menonjol adalah Utilitarianisme. Sesuai dengan namanya
utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang
artinya “bermanfaat” dalam mengukur baik dan buruk. Dalam buku karangan
Kusmanadji (2004, 2), Utilitarianisme mencakup empat prinsip, yaitu:
· Konsekuensialisme.
· Hedonisme,
prinsip bahwa kesenanganlah yang merupakan perbuatan tertinggi.
·
Maksimalisme
·
Universalisme.
Utilitarianisme Klasik dan
Utilitarianisme Pluralistik
Utilitarianisme Klasik mengatakn kebaikan
tertinggi adalah kesenangan (pleasure) dan keburukan tertinggi adalah
keburukan (plain) dan semua tindakan harus dievaluasi dengan ukuran
kesenangan dan kesedihan yang dihasilkan bagi semua orang yang dipengaruhi.
Utilitarianisme Pluralistik disebut juga
utilitarianisme dalam arti luas yaitu dengan mengartikan kebaikan sebagai
kesejahteraan umat manusia. Apapun yang menjadikan umat manusia secara umum
lebih baik atau memberikan manfaat adalah kebaikan , dan apapun yang
menyebabkan umat manusia menjadi lebih buruk atau menimbulkan kerugian adalah
keburukan.
Ulititarianisme Tindakan dan Utilitarianisme
Aturan
Utilitarianisme Tindakan berpendirian
bahwa dalam semua situasi seseorang seharusnya melakukan tindakan yang
memaksimalkan manfaat (utility) bagi semua orang yang dipengaruhi oleh
tindakan tersebut. Dapat pula dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika
dan hanya jika tindakan itu menghasilkan
selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap orang. Utilitarianisme
Aturan berpendirian bahwa manfaat dapat diperhitungkan pada kelompok-kelompok
tindakan, bukan pada masing-masing tindakan secara individual.Dapat pula
dinyatakan suatu tindakan adalah benar jika dan hanya jika tindakan itu sesuai
dengan seperangkat aturan yang keberterimaannya secara umum akan menghasilkan
selisih terbesar dari kebaikan atas keburukan bagi setiap orang.
2. Teori
Deontologi
Teori
Deontologi perbuatan tertentu adalah benar bukan karena manfaat bagi kita
sendiri atau orang lain tetapi karena sifat atau hakikat perbuatan itu sendiri
atau kaidah yang diikuti untuk berbuat. Dalam buku karangan Ucok Sarimah (2008,
6) dalam kaitannnya dengan teori deontologi dikenal:
a. Deontologi Tindakan
Menurut
teori ini, bila seseorang dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil
keputusan, seseorang harus segera memahami apa yang harus dilakukan tanpa
mendasarkan pada peraturan atau pedoman.
b. Deontologi Kaidah
Suatu tindakan
benar atau salah karena kesesuaian atau tidak sesuainya dengan suatu prinsip
moral yang benar.
c. Deontologi Monistik
Teori ini
mendukung suatu kaidah umum seperti “the golden rule” sebagi prinsip moral
tertinggi yang menjadi dasar untuk menurunkan kaidah atau prinsip-prinsip moral
lainnya.
d. Deontologi Pluralistik
Teori
deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik
jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban
berarti sudah lakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi
perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa
memikirkan akibatnya.
Menurut
Kant, terdapat tiga kriteria agar suatu tindakan atau prinsip itu bermoral:
o Tindakan
atau prinsip itu haruslah secara konsisten universal (dapat diuniversalkan).
o Suatu
tindakan secara moral benar bagi seseorang pada situasi tertentu jika dan hanya
jika alasan untuk melakukan tindakan tersebut merupakan alasan yang ia harapkan
dimiliki oleh orang lain pada situasi yang sama.
o Tindakan
atau prinsip itu menghargai makhluk relasional sebagai tujuan akhir.
o Suatu
tindakan secara moral benar jika dan hanya jika dalam melaksanakan tindakan
tersebut seseorang tidak memperlakukan orang lain semata-mata sebagai alat
untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tetapi menghargai orang lain sebagai tujuan
akhir bagi dirinya sendiri.
o Tindakan
atau prinsip itu berasal dari, dan menghargai, otonomi makhluk rasional.
o Suatu
tindakan adalah benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut menghargai
kapasitas orang untuk memilih secara bebas bagi dirinya sendiri.
Kewajiban moral
yang wajib dilaksanaka adalah:
a.
Fidelity (kewajiban menepati
janji/kesetiaan).
b. Kita
harus menepati janji yang dibuat dengan bebas, baik eksplisit maupun implisit,
dan mengatakan kebenaran.
c.
Reparation (kewajiban ganti
rugi).
d. Kita
harus memberikan ganti rugi kepada orang yang mengalami kerugian karena
tindakan kita yang salah, kita harus melunasi hutang moril dan materiil.
e.
Gratitude (kewajiban berterima
kasih).
f.
Kita harus berterima kasih kepada
orang yang berbuat baik terhadap kita.
g.
Justice (kewajiban keadilan).
h.
Kita harus memastikan bahwa
kebaikan dibagikan sesuai dengan jasa orang yang bersangkutan.
i.
Benefience (kewajiban berbuat
baik).
j.
Kita harus membantu orang lain
yang membutuhkan bantuan kita, berbuat apa pun yang dapat kita perbuat untuk
memperbaiki keadaan oarng lain.
k.
Self-improvement (kewajiban
mengembangkan diri).
l. Kita
harus mengembangkan dan meningkatkan diri kita dibidang keutamaan, intelegensi,
dll.
m. Non-maleficence
(kewajiban tidak merugikan).
n. Kita
tidak boleh melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
3. Teori
Keutamaan (Virtue)
Teori keutamaan (virtue) adalah
teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Karakter yang pada umumnya dianggap
sebagai keutamaan moral adalah watak baik yang ada pada setiap individu.
Karakter yang umumnya dianggap sebagai keutamaan moral adalah:
a. Keberanian/keteguhan,
meningkatkan peluang untuk memperoleh apa yang diinginkan.
b. Kejujuran, mensyaratkan niat baik dan tulus
untuk menyampaikan kebenaran.
c.
Kesetiaan, tanggung jawab untuk
menjunjung tinggi dan melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu dan
organisasi.
d.
Keandalan, berusaha secara maksimal dan
masuk akal dalam memenuhi komitmen.
e. Moderat ( tidak ekstrim, cenderung ke dimensi
pada umumnya).
f. Pengendalian
diri yang baik.
g. Toleransi terhadap sesama.
h. Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis,
keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak
terkecuali.
i.
Loyalitas
berarti bahwa seseorang tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi
mempunyai juga komitmen yang tulus dengan perusahaan.
j.
Kehormatan adalah keutamaan yang
membuat seseorang menjadi peka terhadap suka dan duka serta sukses dan
kegagalan perusahaan. membuat solider dengan kesalahan perusahaan.
l. Kesantunan.
m. Belas kasih.
n. Bangga (tetapi tidak arogan).
o.
Berkeadilan, memastikan bahwa manfaat
atau keuntungan dibagikan sesuai dengan jasa pihak-pihak yang terkait dan
berhak, dll.
Keutamaan
merupakan disposisi watak yang dimiliki seseorang dan memungkinnya untuk bertingkah
laku baik secara moral. Ada tiga hal yang mencerminkan keutamaan, tiga hal
tersebut adalah:
·
Disposisi.
·
Keutamaan merupakan
suatu kecenderungan tetap. Keutamaan cenderung bersifat permanen, walaupun
tidak berarti tidak bisa hilang. Walaupun tidak mudah, Keutamaan dapat saja
hilang. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti
faktor lingkungan, orang di sekitarnya, dll.
·
Keutamaan merupakan
sifat baik dari segi moral yang telah mengakar dalam diri seseorang.
·
Kemauan/kehendak.
·
Keutamaan adalah
kecenderungan tetap yang menyebabkan kehendak tetap pada arah tertentu.
Perilaku berkeutamaan disertai dengan maksud baik. Dengan demikian, Motivasi
atau maksud pelaku sangat penting karena itulah yang mengarahkan kehendak.
·
Pembiasaan diri. Keutamaan
tidak dimiliki manusia sejak lahir, melainkan diperoleh dengan cara membiasakan
diri atau berlatih. Keberanian, misalnya, adalah keutamaan yang diperoleh
melalui pembiasaan diri melawan rasa takut.
Agar
seseorang pada akhirnya dapat memiliki keutamaan moral, hal-hal yang perlu dilakukan
adalah:
a.
Pemahaman dan menentukan karakter-karakter yang baik terhadap tujuan akhir,yaitu
kehidupan yang baik.
b.
Memberikan kandungan atau makna terhadap tujuan akhir tersebut.
Sumber: Buku Etika Profesi, Satria Hadi Lubis dan google gambar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar